PRESTASI berdasarkan KUHPerdata
Prestasi adalah kewajiban yang lahir dari sebuah perikatan baik
karena undang – undang maupun karena perjanjian. Dasar hukumnya yaitu
Pasal 1234 BW “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” Artinya, suatu
perikatan atau perjanjian isinya bisa berupa :
(1) kewajiban untuk memberikan sesuatu,
(2) untuk melakukan sesuatu dan
(3) untuk tidak melakukan sesuatu
B. WANPRESTASI
Dasar Hukum :
Pasal 1238 “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat
perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari
perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus
dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”
Pasal 1243 BW “Penggantian biaya, kerugian dan bunga
karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur,
walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan
itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya
dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang
telah ditentukan”
Pada dasarnya Debitur wanprestasi kalau debitur:
- a) terlambat berprestasi
- b) tidak berprestasi
c) salah berprestasi.
Contoh Kasus :
kapan debitur dikatakan telah wanprestasi? wanprestasi adalah suatu
kondisi dimana debitur berada dalam keadaan lalai. Dalam hal ini debitur
adalah pemilik kios. Untuk menyatakan seseorang berada dalam keadaan
lalai (wanprestasi) diperlukan somasi. Jadi pemilik kios berada dalam
keadaan lalai setelah ada perintah/peringatan agar Pemilik Kios
melaksanakan kewajibannya. Perintah atau peringatan (surat teguran) itu
dalam doktrin dan yurisprudensi disebut “somasi“.
Somasi merupakan peringatan atau teguran agar Pemilik Kios
berprestasi pada suatu saat yang ditentukan dalam surat somasi. Itulah
alasan pentingnya mencantumkan tenggang waktu dalam setiap surat
peringatan/ somasi. Dengan demikian, somasi merupakan sarana untuk
menetapkan Pemilik Kios berada dalam keadaan lalai (kalau somasi tidak
dipenuhi).
Somasi yang tidak dipenuhi –tanpa alasan yang sah– membawa Pemilik
Kios berada dalam keadaan lalai, dan sejak itu semua akibat kelalaian
(wanprestasi) berlaku. Namun, ada kalanya pemilik kios dibenarkan untuk
tidak berprestasi, maksudnya, ada kalanya sekalipun pemilik kios tidak
berprestasi sebagaimana mestinya, ia tidak wanprestasi. Yang demikian
muncul, kalau sekalipun pemilik kios tidak memenuhi kewajibannya, tetapi
ia tetap dibenarkan untuk tidak berprestasi. Peristiwa ini terjadi
apabila ia menghadapi keadaan memaksa (force majeur). Dalam keadaan memaksa debitur tidak wanprestasi sekalipun ia tidak memenuhi kewajiban perikatannya.
Kesimpulannya, pemilik kios yang tidak membuka usahanya dikatakan
wanprestasi, kalau setelah Pemilik kios disomir/ diperingatkan/ disomasi
dengan benar, pemilik kios – tanpa alasan yang dibenarkan – tetap tidak
membuka usahanya.
C. YURISPRUDENSI TERKAIT
- 1. somasi bukan mengkonstatir keadaan lalai, tetapi suatu peringatan
agar debitur berprestasi, dengan konsekuensinya, kalau debitur – tanpa
alasan yang sah — tetap tidak berprestasi, maka somasi menjadikan
debitur dalam keadaan lalai (HR 29 Januari 1915, 485, dimuat dalam P. De
Prez, Gids Burgelijk Recht, Deel I, no. 87).
Permintaan untuk memenuhi (het vragen var nakoming) yang
diperjanjikan tidak diharuskan dengan tegoran oleh juru sita. i.e. oleh
Pengadilan Tinggi dipertimbangkan:
bahwa untuk menyatakan seseorang telah melakukan wanprestasi terlebih
duhu harus sudah dilakukan penagihan resmi oleh juru sita: somasi.
bahwa oleh karena somasi dalam perkara ini belum dilakukan maka
Pengadilan belum dapat menghukum para tergugat/pembanding telah
melakukan wanprestasi; oleh sebab itu gugatan penggugat/terbanding harus
dinyatakan tidak dapat di¬terima).
Putusan Mahkamah Agung : tgl. 12-9-1973 No. 852 K/Sip/1972.
Dalam Perkara : Drs. Hutasoit (Mardjohan) lawan 1. PT. International
Country Hotel Corporation Indonesia, 2. S.B. Abas, 3. M.L. Pohan dkk.
Susunan Majelis : 1. Prof. R. Soebekti S.H. 2. D.H. Lumbanradja S.H. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H.
Meskipun oleh judex fasti dianggap terbukti bahwa hutang tergugat
pembayarannya secara mengangsur, namun karena adanya wanprestasi
kuranglah tepat tergugat dihukum untuk membayar hutangnya secara
mengangsur setiap bulan dengan mengambil dari gaji; maka amar keputusan
Pengadilan Tinggi perlu di¬perbaiki, yaitu dengan meniadakan ketentuan
pengangsuran tersebut.
Putusan Mahkamah Agung : tgl. 4-5 – 1976 No. 770 K/Sip/1975.
Dalam Perkara : Soewarno lawan Ny. Tjoa ing Lan alis Ny. Endang Wahju N. Widjaia.
Susunan Majelis : 1. Sri Widoyati Wiratmo Soekito SH. 2. DH. Lumbanradja SH. 3. BRM. Hanindyapoetno Sosropranoto SH.
- 4. Ganti rugi karena perjanjian tidak dipenuhi.
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung:
bahwa di dalam perjanjian jual beli sebagaimana dilakukan antara
kedua pihak ini dimungkinkan adanya ketentuan pemberian pembayaran bunga
apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi; – karena yang demikian
itu tidak diperjanjikan maka tuntutan akan kerugian tersebut (berkenaan
dengan wanpretasi dari pihak penjual/tergugat) tidak dapat diterima.